Kamis, 28 April 2016

OPINI: BUMI TAK KENAL IMITASI




Tak sempat lagi kubayangkan ketika desa-desa tersulap menjadi perkotaan yang metropolitan , Perumahan kumuh di kota-kota berbaris resah tak membentuk pemukiman yang sehat, belum lagi limbahnya beranak pinang dari satu pembuangan ke pembuangan yang lainnya. Pembangunan yang semakin hari semakin tak terhitung jari menjadi keresahan dimasa yang akan datang. 

(Dokumentasi Ta'bi Foto di Wisata Lacolla Maros)


Bahkan gedung yang sudah layak pakai mala direnovasi melebihi kondisi,mirisnya lagi pohon-pohon tempat bermain para ekosistem dilenyapkan hanya untuk nagfsu institusi, tak memandang situasi hanya bertindak dengan mengikuti perputaran yang didasarkan oleh substansi.Tak sempat kubayangkan lagi ketika didesa tempat gunung dan pepohonan hidup lestari suatu saat nanti hilang dan rata dengan tanah karena di imitasi, hanya untuk membangun rumah-rumah tempat hidup manusia-manusia yang bertambah setiap hari. Air segar mungkin tak lagi jernih dan tercemar, berbau serta butuh uluran tangan untuk melakukan pembersihan dengan melihat  sanitasi. 

Tak pernahkah kita semua bayangkan akan proses regenerasi , semakin hari terperbaharui?

Pertumbuhan penduduk yang tak sesuai dengan angka kematian membuat kepadatan penduduk semakin bertambah, kelahiran dan angka kematian tak boleh dilepaskan dari permasalahan  karena sangat berpengaruh besar, terbatasnya ruang yang ada dimuka bumi menjadi  tantangan bersama untuk mempunyai perhitungan dasar dalam melakukan proses regenerasi, munculnya beberapa solusi menjadi titik terang, untuk bernafas sejenak agar berpikir solusi yang lebih praktis dan tidak memakan situasi.

Indonesia menjadi negara yang memiliki jumlah penduduk Ke tiga terbesar dunia setelah RRC dan AS, dalam hal ini pemerintah memiliki solusi yang mampu menanggulangi pertumbuhan penduduk yang pesat dan semakin sesak , serta hanya berujung pada kesenjangan sosial,pengangguran,dan kemiskinan. Pemerintah Indonesia memberika solusi, untuk setiap keluarga hanya diharuskan memiliki 2 anak, dengan tujuan untuk mengurangi pertumbuhan penduduk indonesia yang semakin hari tidak stabil dengan kondisi sosial yang ada di indonesia

Melihat solusi ini , nampaknya terlalu susah untuk dilakukan , banyak kalangan dan instusi yang tidak setuju membuat solusi ini hanya wacana belaka karena dianggap sebagai pembatasan hak dalam melangsungkan proses keturunan.

Masih adakah Cinta ketika suatu saat nanti bumi semakin Sesak ?

Tak bisa kita pungkiri kelangsungan hidup manusia suatu saat nanti, kondisi geologi yang berubah drastis dari kehidupan dengan semangit berapi-api menjadi semangat yang mudah,cepat dan praktis. Kita pasti sudah rasakan , sesak ketika kita berada dikota metropolitan , tak pernahkan kita bayangkan bahwa sesak itu akan berkahir atau akan bertambah, kepadatan penduduk dan situasi yang tak memiliki celah untuk bergerak , membuat logika kita untuk berpikir  akan ada pembahuruan agar terjadi pemerataan penduduk metropolitan menuju kota-kota yang tak berpenghuni. 

Lalu, sampaikan kapan kah ini akan  berkahir, pembodohan yang semakin hari semakin kita rasakan seakan menjebak tak memberi cahaya untuk keluar dan memaksa  bersangkar didalamnya, apakah kita masih dapat menaruh cinta kepada alam dan seisinya:  ketika asap-asap bertebaran dimana-mana, banjir dan longsor sehari-hari adalah langganan, muntah merapi seakan menjadi suapan ataupun santapan, tsunami satu pekan akan terjadi, gempa setiap tiga pulih menit kembali merubah kondisi, ataukah cinta yang semakin hari akan membunuh kami dan bumi?

Apakah Ada Ruang Hampa untuk bersuara?

Dihari-hari yang cerah , mobil dari alat-alat berat mulai bergerak, memagari batas-batas situasi namun tak pernah berpikir untuk melihat disuatu saat nanti, gedung-gedung pencakar langit semakin tinggi tak terlihat oleh mata kami. Pohon-pohon dan hutan yang rindang disabotase hanya untuk memerdekakan perumahan dan gedung-gedung karya institusi, lucunya hutan itu diberi janji, mendapat tempat yang sangat lestari, yakni hutan kota sang penyelamat bumi. 

Suatu saat nanti, kendati bumiku yang kini hanya meratapi kondisi, adakah tempat untuk kami berbasa basi menyebut pentingnya bumi tanpa imitasi?

Apakah ada tempat untuk kami, bersua dan minum kopi, walau sedikit pahit tapi kami menikmati dengan hati? 

Apakah ada jawaban untuk generasi dibelakng kami, untuk menjawab pertanyaan “ kemanakah bumi lestari buat kami” ?

Berusaha mencintai bumi dengan kasih sayang untuk masa depan generasi, sisahkan ruang untuk mereka bersuara dan bercerita untuk generasi selanjutnya, agar sejarah dari cerita yang berepisode akan berlanjut hingga pungujung hayat.

“Tak ada jawaban yang pasti,
waktu semakin hari hanya melahirkan deretan kisah dan cerita,
Berusaha tanpa pamrih,
dan menjadi anak negeri
mencintai bumi adalah tujuan yang pasti.”
SELAMAT  HARI BUMI

Penulis : Ahmad Takbir Abadi (PELOPOR PENATAAN RUANG dan PEMUKIMAN PENDUDUK PROVINSI SULAWESU SELATAN )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar